

Vatikan, 15 Mei 2025 Dunia Menyambut Pemimpin Baru Gereja Katolik Roma Setelah Konklaf Yang Berlangsung Selama Tiga Hari Di Kapel Sistina. Kardinal Leonardo Rossi dari Italia resmi terpilih sebagai paus baru dan mengambil nama Paus Leo. Dan melanjutkan tradisi panjang pemimpin spiritual umat Katolik sedunia. Yaitu Paus Leo, 68 tahun, di kenal sebagai figur yang mengedepankan dialog antaragama, keberpihakan pada isu-isu sosial, serta komitmennya terhadap reformasi internal Gereja. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Milan dan telah lama menjadi suara penting dalam Sinode para Uskup.
Saat muncul di balkon Basilika Santo Petrus untuk pertama kalinya sebagai Paus, ia menyapa umat dengan senyum hangat dan kata-kata sederhana. Yaitu “Doakan saya dan mari kita melangkah bersama dalam kasih dan harapan.” Ribuan umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus menyambut dengan tepuk tangan dan tangis haru. Pemilihan Paus Leo terjadi setelah pengunduran diri Paus sebelumnya karena alasan kesehatan. Terpilihnya nama “Leo” di yakini sebagai penghormatan terhadap Paus Leo I, seorang tokoh besar dalam sejarah Gereja pada abad ke-5 yang. Dan di kenal karena kepemimpinannya di masa krisis dan dedikasinya terhadap doktrin Gereja Vatikan.
Para pengamat menyatakan bahwa masa kepausan Paus Leo akan menghadapi tantangan besar. Mulai dari isu skandal internal hingga krisis kepercayaan umat muda terhadap institusi keagamaan. Namun, banyak yang menaruh harapan bahwa kepemimpinannya akan membawa angin segar dan arah yang lebih terbuka dalam kehidupan Gereja modern. Paus Leo di jadwalkan memimpin Misa resmi pertamanya pada Minggu mendatang. Di mana ia akan secara simbolis memulai pelayanan pastoralnya sebagai Uskup Roma dan Paus ke-268 dalam sejarah Gereja Katolik Vatikan.
Pemilihan paus di Vatikan merupakan proses yang sangat sakral dan tertutup. Dan yang di kenal sebagai konklaf (conclave, dari bahasa Latin cum clave yang berarti “dengan kunci”). Proses ini telah berlangsung selama berabad-abad dan melibatkan para kardinal Gereja Katolik. Kemudian Pemilihan Paus Baru Di Mulai Ketika Paus Sebelumnya Wafat Atau Mengundurkan Diri. Setelah itu, jabatan paus di nyatakan kosong (sede vacante). Dan semua kekuasaan kepausan di hentikan sementara. Sekitar 15 hingga 20 hari setelah kursi kepausan kosong. Maka para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun di kumpulkan di Vatikan untuk memilih paus baru. Jumlah pemilih biasanya sekitar 120 orang. Selanjutnya para kardinal tinggal dalam area khusus yang di sebut Domus Sanctae Marthae. Dan melakukan proses pemilihan di Kapel Sistina, di dalam Vatikan.
Selama konklaf, mereka di kunci dari dunia luar dan di larang berkomunikasi dengan siapa pun di luar. Dan pemungutan suara di lakukan secara tertutup dan rahasia. Setiap hari bisa ada dua putaran pemungutan suara di pagi hari dan dua di sore hari. Hingga sampai seorang calon memperoleh dua pertiga suara dari jumlah kardinal yang hadir. Setelah setiap pemungutan suara, surat suara di bakar. Jika belum terpilih, di bakar dengan zat kimia agar asap berwarna hitam. Dan jika sudah terpilih, di bakar agar asapnya berwarna putih, menandakan paus baru telah di pilih. Setelah seorang calon memperoleh suara yang cukup, ia di tanya: “Apakah Anda menerima pemilihan Anda sebagai Paus?”. Jika menerima, ia kemudian memilih nama kepausan yang akan di gunakan selama masa jabatannya.
Selanjutnya seorang kardinal senior akan muncul di balkon Basilika Santo Petrus. Dan mengumumkan kepada publik dengan kata-kata terkenal. “Habemus Papam!” (Kita memiliki seorang Paus!). Lalu, paus baru muncul untuk memberi berkat pertamanya kepada umat. Hanya kardinal yang dapat memilih paus. Tetapi siapa pun yang sudah di tahbiskan sebagai uskup dapat di pilih menjadi paus. Dan jika yang terpilih belum menjadi uskup, ia akan segera di tahbiskan sebelum menjabat. Proses ini di rancang agar bebas dari pengaruh luar dan benar-benar berdasarkan doa serta pertimbangan rohani. Kemudian Paus Leo, yang baru Terpilih Sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Vatikan, berasal dari Italia, tepatnya dari kota Florence. Nama aslinya adalah Kardinal Leonardo Rossi sebelum ia memilih nama kepausan “Leo” saat menerima jabatan. Florence adalah kota dengan sejarah panjang dalam seni, budaya. Dan kekristenan sering di sebut sebagai pusat kelahiran Renaisans.
Latar belakang ini membentuk pandangan dan pendekatan pastoral Paus Leo. Tentu yang di kenal berpihak pada nilai-nilai dialog, budaya dan kemanusiaan. Sebelum menjadi paus, Leonardo Rossi menjabat sebagai Uskup Agung Milan. Dengan keuskupan penting di Italia yang memiliki pengaruh besar dalam hierarki Gereja Katolik. Ia di kenal karena sikapnya yang terbuka terhadap reformasi, inklusivitas dalam Gereja. Serta pendekatannya yang hangat terhadap umat dari berbagai latar belakang. Pastinya pemilihan nama “Leo” di yakini sebagai penghormatan kepada Paus Leo I (Leo Agung). Seorang paus abad ke-5 yang terkenal karena perannya membela doktrin Gereja. Dan menghadapi tantangan besar dalam sejarah Kekristenan. Pilihan ini mencerminkan niat Paus Leo untuk memimpin dengan kekuatan spiritual dan kebijaksanaan di tengah dunia yang berubah.
Setelah terpilih menggantikan Paus Fransiskus, kepemimpinannya di perkirakan akan membawa arah baru yang berakar pada reformasi, dialog. Dan pembaruan moral Gereja Katolik, namun tetap berlandaskan pada ajaran tradisional Gereja. Sebelumnya Paus Fransiskus di kenal karena reformasinya dalam tata kelola Vatikan. Dengan pendekatannya yang penuh belas kasih terhadap umat, serta perhatian pada isu-isu sosial global. Paus Leo Kemungkinan Akan Melanjutkan Semangat Reformasi Ini. Tetapi dengan pendekatan yang lebih struktural dan institusional. Ia di kenal cermat dalam administrasi dan berorientasi pada transparansi. Terutama dalam keuangan Vatikan dan penanganan kasus-kasus sensitif di dalam Gereja. Dengan latar belakangnya sebagai uskup yang aktif berdialog dengan komunitas Yahudi, Muslim dan non-Katolik. Selanjutnya ia di yakini akan mendorong pendekatan lintas iman untuk menjawab krisis global seperti konflik, kemiskinan dan perubahan iklim.
Salah satu kekhawatiran terbesar dalam Gereja modern adalah menurunnya partisipasi kaum muda. Paus Leo di perkirakan akan mencari cara untuk menjembatani Gereja dengan generasi muda, termasuk memanfaatkan teknologi digital secara bijak. Dan membuka ruang diskusi tentang kehidupan modern, spiritualitas dan peran Gereja dalam dunia saat ini. Meskipun di kenal tegas secara doctrinal. Ia juga memiliki gaya pastoral yang hangat, terbuka dan mudah didekati. Dan kemungkinan besar akan melanjutkan pendekatan yang penuh belas kasih terhadap kelompok marginal. Maka kepemimpinan paus yang baru kemungkinan akan menandai fase baru yang lebih terorganisir, dialogis. Dan berorientasi pada moralitas universal. Sambil menjaga semangat kerendahan hati yang di wariskan oleh Paus Fransiskus. Ia di harapkan mampu membawa Gereja Katolik ke abad ke-21 dengan keseimbangan antara tradisi dan pembaruan Vatikan.